Tuesday, March 8, 2016

My Second Life

Uhm, hello..
Dari mana ya.. mulai ceritanya?

Maklum, saking lamanya nggak nge-blog, dan apa yang kejadian selama 3 bulan terakhir ini membuat saya bingung dari mana saya harus memulai cerita. Yang jelas, thank God for this second life.



Semoga saya bisa menceritakanya dengan jelas.

Wait, second life? Yes. Saya sempet hampir 'mati' di akhir Desember 2015, dikarenakan penyakit yang namanya keren banget: Japanese Encephalitis.

Kebetulan karena penyakit ini butuh 3 minggu untuk inkubasi didalam tubuh manusia, dan kok ya pas 3 minggu itu saya sedang di Jakarta untuk bekerja. Awal Desember, saya sudah mulai menunjukkan gejala-gejala aneh. Badan panas, kepala pusing, dan muncul bintik-bintik merah di sekitar paha. Curiga, akhirnya dengan bermodalkan Go-Jek, saya pergi ke RS Fatmawati Jakarta. Namun apa daya, karena terlalu banyak orang, saya nggak dipanggil-panggil. Akhirnya setelah terkatung-katung di RS Fatmawati Jakarta, temen-temen saya langsung merujuk ke RS Siloam. Dan benar, begitu saya periksa, saya langsung masuk ICU.

Taraaa. ICU.
Nggak sadar.

Virus JE ini memang nggak terlalu kedengaran namanya, tapi efeknya luar biasa. Akibat dari virus ini adalah penyusutan otak yang mengakibatkan hilang ingatan, ketidak sadaran, kejang-kejang, dan paling gawat adalah kematian.

Itu yang saya alami.

Saya sempat 'flat' alias nggak bernyawa selama beberapa detik. Sampai akhirnya dokter yang menangani harus melakukan kejut jantung 3 kali, dan akhirnya detak jantung saya ada lagi. Thank God, mungkin kalau lewat beberapa detik saja, mungkin tulisan ini nggak pernah ada. Saya menghabiskan 1 minggu di ruang ICU. Keluarga saya datang langsung melihat saya, dan nggak berhenti berdoa. FYI, untuk pasien ICU jam berkunjungnya hanya 2 jam sehari. Jadi, yah.. keluarga saya menggunakan waktu yang berharga itu nggak cuma untuk lihat saya, tapi berdoa dan baca Alkitab. Nggak berhenti.

Anyway, saya lupa ini kejadiannya kapan. Waktu itu, saya dibawa naik. Ya, saya keluar dari tubuh saya. Dibawa naik ke tempat tinggi, dan tibalah saya di tempat yang saya nggak tau itu dimana. Disana, di tempat saya berdiri itu, ada hutan dan dibelakang pohon-pohon itu, saya bisa lihat semua gedung yang pernah saya lihat: Gedung sekolah saya: SD-SMP-SMA, kampus saya, rumah saya, gedung kos-kosan saya di Surabaya dan Jakarta, kantor saya di Bali-Surabaya-Jakarta, gereja saya di Bali-Surabaya-Jakarta, pokoknya semua gedung itu disana.

Tapi tidak ada orang disana.

Saya berjalan, sampai saya berhenti di tepi jurang. Dalam banget. Di jurang itu saya melihat sebuah jembatan dari tali dan kayu, yang menghubungkan tempat saya berdiri, ke tempat lain: tempat yang tertutup awan, dan saya melihat pelangi.

Apa saya harus kesana?

Mungkin. Saya akhirnya naik jembatan kayu itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba saya mendengar teriakan.
"Den.. berhenti..". Tapi tidak ada orang disana.

Saya pikir itu halusinasi. Ya sudah, saya lanjutkan aja.. Ternyata baru berjalan beberapa langkah lagi, saya mendengar teriakan "Den.. berhenti.. kamu kesini!". Saya balik badan, dan terlihat 1 orang di tepi jembatan itu, yang saya nggak tau itu siapa. Ya karena saya nggak tau, saya lanjut jalan aja. Tapi semakin saya berjalan teriakan itu semakin kencang.

"Den.. berhenti.. balik sekarang!"

Saya balik badan, dan tiba-tiba ada 10 orang di tepi jurang itu meneriaki saya untuk kembali. Seolah nggak mau menggubris mereka, saya balik badan lagi.. Tapi semakin saya berjalan menjauh, teriakan itu semakin kencang. Bahkan suaranya menggema di atas saya, di bawah jurang, di telinga kanan-kiri saya. "Kembali, kesini, Den..". Akhirnya saya balik badan lagi, LHO KOK... beribu-ribu orang tiba-tiba ada di tepi jurang itu meneriaki saya untuk kembali. Akhirnya saya lari ke tempat awal tadi, dan muncul pertanyaan "Ada apa?"

Salah satu dari mereka meneriaki saya begini, "Den, cepetan, pesawat kamu udah mau terbang.."

Hah? Pesawat?

Saya langsung bingung. Saya nggak pesen pesawat, kok tiba-tiba ada pesawat. Tapi mereka semua bilang "Cepet naik ke pesawat!". Ya sudah, saya lari naik ke pesawat itu. Didalem pesawat itu nggak ada orang sama sekali. Begitu pesawat itu lepas landas, tiba-tiba saya melihat cahaya putih, dan itu lampu rumah sakit. Ya, saya membuka mata.

Saya nggak bisa merekam memori yang lain setelah kejadian itu. Puji Tuhan, saya diperbolehkan keluar ICU masuk ke ruang perawatan.

0 shoutouts:

Post a Comment